Less than three means respect, tolerance, understanding, compromising and.... And....hmmmm and maybe doing something unique ?
Sabtu, 07 Maret 2015
Kamis, 05 Maret 2015
Ketika Judulnya Tak Menarik
Kita selalu tertarik membaca kisah kisah, puisi puisi, atau bahkan lelucon lelucon yang menarik.
Dari awal pandangan sekelebat, kita bisa berhenti berjam jam menghabiskan buku dengan judul yang menarik
Tapi percayalah, menjadi menarik hanya dari "pandangan sekelabat mata" itu bukan berarti seutuhnya menarik.
Ketertarikan akan lebih bernilai jika iya berangkat dari esensi.
Itulah mengapa, kubuat judul tulisan ini tak menarik.
Dari awal pandangan sekelebat, kita bisa berhenti berjam jam menghabiskan buku dengan judul yang menarik
Tapi percayalah, menjadi menarik hanya dari "pandangan sekelabat mata" itu bukan berarti seutuhnya menarik.
Ketertarikan akan lebih bernilai jika iya berangkat dari esensi.
Itulah mengapa, kubuat judul tulisan ini tak menarik.
Duh terpaksa bahas politik
Pernah inget gak, jaman kita SmP atau SMA, di rapat osis, kalo salah satu peserta rapat berbicara dengan nada tinggi, emosi, nunjuk2, pilihan kata kasar, pasti suasana se kondusif apapun akan rusak kan.
Ya saya sengaja pilih contoh osis karena itu mungkin masa masa pubertas kita, dimana kita memilik emosi yg meletup2 dan sebagian bangga jika terkesan garang. Apalagi sedang memperjuangkan apa yg dirasa benar.
Oke lanjut, percaya deh, sikap kita yg ga bisa nahan emosi itu menular. Sekali lagi, menular.
Ada Satuuu aja orang yg memulai bicara nada timggi, nunjuk2 dan pake kata kasar, gw jamin seisi ruangan akan merespon dengan telinga panas dan muka memerah, ikutan terbawa emosi.
Jika para petinggi di meeting itu udah emosi, percaya deh ama gw -yang bukan orang politik ini -kalo ujung ujungnya malah saling balas mencela, saling mencari kesalahan, bukan solusi. Solusi di meeting itu ga akan ditemukan. Sekali lagi, ga akan ditemukan.
Jadi inget quote ttg "memimpin dan mengontrol emosi diri sendiri itu lebih sulit dr menaklukkan sebuah kota sendirian"
Hmmm pasti udah pada nebak kan, kemana arah pembicaraan saya ini.
Yak, tepat sekali.
Saya baru sajaelihat pemimpin kita yang selalu menyulut emosi di setiap meeting.
Bahkan di acara anak SD yang jauh dari politik sekalipun..
Sebenrnya sangat disayangkan Sih. Kita sudah sepatutnya bangga dipimpin oleh pemimpin ygvberani. Tapi kalo akhirnya segala solusi jadi buntu karena tak bisa berempati ? Tak bisa cari solusi dari hati ke hati ? Hanya andalkan nada tinggi, bukankah semua kebenaran yg sedang diperjuangkan jadi tidak berarti ?
Ya saya sengaja pilih contoh osis karena itu mungkin masa masa pubertas kita, dimana kita memilik emosi yg meletup2 dan sebagian bangga jika terkesan garang. Apalagi sedang memperjuangkan apa yg dirasa benar.
Oke lanjut, percaya deh, sikap kita yg ga bisa nahan emosi itu menular. Sekali lagi, menular.
Ada Satuuu aja orang yg memulai bicara nada timggi, nunjuk2 dan pake kata kasar, gw jamin seisi ruangan akan merespon dengan telinga panas dan muka memerah, ikutan terbawa emosi.
Jika para petinggi di meeting itu udah emosi, percaya deh ama gw -yang bukan orang politik ini -kalo ujung ujungnya malah saling balas mencela, saling mencari kesalahan, bukan solusi. Solusi di meeting itu ga akan ditemukan. Sekali lagi, ga akan ditemukan.
Jadi inget quote ttg "memimpin dan mengontrol emosi diri sendiri itu lebih sulit dr menaklukkan sebuah kota sendirian"
Hmmm pasti udah pada nebak kan, kemana arah pembicaraan saya ini.
Yak, tepat sekali.
Saya baru sajaelihat pemimpin kita yang selalu menyulut emosi di setiap meeting.
Bahkan di acara anak SD yang jauh dari politik sekalipun..
Sebenrnya sangat disayangkan Sih. Kita sudah sepatutnya bangga dipimpin oleh pemimpin ygvberani. Tapi kalo akhirnya segala solusi jadi buntu karena tak bisa berempati ? Tak bisa cari solusi dari hati ke hati ? Hanya andalkan nada tinggi, bukankah semua kebenaran yg sedang diperjuangkan jadi tidak berarti ?
Langganan:
Postingan (Atom)